Ketua MPR Sebut PPHN Dapat Jaga Kesinambungan Pembangunan Nasional
Jakarta – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyebut keberadaan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dapat menjaga kesinambungan pembangunan nasional. Pasalnya, PPHN memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Ia mengatakan meski nantinya terjadi peralihan kekuasaan lembaga eksekutif, yaitu Presiden, kekuatan PPHN tetap mengikat. Termasuk juga saat terjadi peralihan kekuasaan lembaga legislatif yaitu MPR, DPR dan DPD, hingga di tingkat pemerintahan yang paling kecil, yaitu desa.
“Tidak seperti saat ini, karena ketiadaan peta jalan pembangunan, setiap presiden, gubernur, hingga wali kota/bupati terpilih memiliki paradigma pembangunannya masing-masing,” ujar Bamsoet dalam keterangannya, Rabu (22/3/2023).
“Jangankan beda partai, antara pemimpin yang satu partai saja terkadang bisa saling berseberangan. Masing-masing memiliki ego sektoral, sehingga pembangunan yang dilakukan antar periode pemerintahan terkesan tidak selaras dan tidak berkesinambungan,” sambungnya.
Dosen Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Terbuka ini menambahkan pengawasan pelaksanaan PPHN nantinya dapat dilakukan sesuai sistem ketatanegaraan menurut UUD NRI Tahun 1945. Adapun mekanismenya dapat dilakukan oleh DPR RI berupa pengembalian RUU APBN untuk diperbaiki oleh pemerintah manakala tidak sesuai dengan PPHN.
Ia mencontohkan jika presiden yang menggantikan Presiden Joko Widodo dalam RUU APBN mendatang tidak memasukan anggaran pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), maka DPR RI bisa mengembalikan RUU APBN tersebut. Hal ini dimungkinkan karena tidak sesuai dengan PPHN yang di dalamnya turut mengatur tentang pembangunan dan pemindahan IKN dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.
“Kehadiran PPHN dapat membuat pembangunan nasional kembali menemukan roh dan jati dirinya sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan konstitusi. Di tahun 1947 Presiden Soekarno dan pendiri bangsa sudah mampu menggambarkan pentingnya pemanfaatan nikel di Sulawesi, Emas di Papua, Gas Alam dan Timah di Sumatera, serta Batubara di Kalimantan,” jelas Bamsoet.
“Seharusnya saat ini kita juga harus mampu membuat perencanaan jangka panjang dalam memanfaatkan potensi kekayaan alam Indonesia untuk memakmurkan Indonesia,” imbuhnya.
Dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dan Peluncuran Buku PPHN Tanpa Amandemen, di Universitas Terbuka Convention Center, Tangerang Selatan pada Selasa (21/3), Bamsoet pun berharap Indonesia tidak menjadi negara yang gagal dan bangkrut seperti Srilanka dan Ghana.
Menurutnya, Indonesia juga tidak boleh menjadi seperti tiga negara lainnya yang saat ini terancam sebagai negara gagal, yaitu Pakistan, Mesir, dan Banglades. Serta tidak boleh terancam mengalami krisis perekonomian, khususnya krisis keuangan yang dikategorikan sebagai Kahar Fiscal.
Oleh karena itu, Bamsoet menilai Indonesia perlu menghadirkan PPHN sebagai produk hukum yang dapat menjadi solusi atas persoalan yang dihadapi negara. Yakni dengan menggunakan kekuasaan subjektif superlatif yang pernah dimiliki MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara.
“Kewenangan subjektif superlatif itu juga penting untuk dapat mengatasi jika terjadi kondisi force majeure/kedaruratan, kondisi Kahar Fiscal dalam skala besar, hingga memutuskan jalan keluar atas suatu kebuntuan politik di bidang keuangan antar lembaga negara. Misalnya, siapa yang berhak memutuskan suatu perencanaan jangka panjang yang telah diputuskan tidak dapat diteruskan atau diubah,” pungkas Bamsoet.
Sebagai informasi, kegiatan sosialisasi ini turut dihadiri oleh Anggota DPR RI Darul Siska, Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Ulla Nuchrawaty, Rektor Universitas Terbuka Prof. Ojat Darojat, Ketua Mahkamah Konstitusi RI Periode 2013-2015 Prof. Dr. Hamdan Zoelva, Ketua Dewan Pakar Brain Society Center Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, Pakar Hukum Tata Negara Dr. Andi Irmanputra Sidin, serta Kepala Perpustakaan Nasional Ofy Sofiana. Hadir pula secara virtual para mahasiswa Universitas Terbuka dari berbagai wilayah Indonesia serta dari 45 negara dunia.
Sumber : detik.com